Kamis, 02 September 2010

GUNUNG GANDANG DEWATA


Tanete (Gunung) Gandang Dewata (3037 mdpl) terletak di pegunungan Gandang Dewata, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Kabar kehebatan mistis orang-orang Mamasa telah tersiar kemana-mana. Konon, orang-orang Mamasa mampu membangkitkan mayat dan membuatnya berjalan sendiri.


Kota Mamasa terletak sekitar 252 km dari Kota Makassar yang dapat di tempuh dengan kendaraan Bus dan mobil penumpang dengan biaya 75.000 rupiah. Perjalanan dari Makassar menuju Polewali memakan waktu 6 jam, setelah itu memasuki jalanan yang rusak berat sehingga perjalanan dari Polewali menuju Mamasa yang seharusnya dapat di tempuh dalam waktu 3 jam, kini menjadi 6 jam.

Hasil pertanian Kabupaten Mamasa diantara padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai. Adapun hasil perkebunannya di dominasi oleh kopi dan kakao. Kopi yang berasal dari kabupaten ini terkenal berkualitas baik. Sedangkan dari sektor peternakan adalah ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi.

Gandang Dewata berasal dari dua kata, yaitu gandang yang artinya gendang dan dewata yang artinya dewa. Puncak Tanete Gandang Dewata, dari jauh, terlihat seperti batu besar yang berbentuk bulat menyerupai gendang raksasa. Pada hari-hari tertentu, penduduk di kaki gunung kerap mendengar suara gemuruh yang merupakan suara dari gendang raksasa tersebut. Mitos ini tetap terpelihara sampai hari ini, sehingga sebagian besar penduduk setempat menganggap gunung ini sebagai gunung mistis. Oleh karena itu, setiap penggiat alam bebas yang berniat mendaki ke gunung ini diharuskan menjaga kelakuan serta tutur katanya selama pendakian untuk bisa terhindar dari malapetaka.

Rute pendakian yang umum dilalui oleh penggiat alam bebas ialah rute pendakian via Mamasa. Rute ini cukup jelas dan aman, karena di sepanjang jalur memiliki tanda berupa string line yang cukup jelas terlihat. Hal ini dapat menghindarkan para penggiat alam bebas dari tersesat. Rute lain adalah rute pendakian via Mamuju. Rute ini kurang diminati, karena selain lebih jauh jalurnya pun tidak jelas.
Sebelum sampai ke puncak Lantangunta, pendaki harus melalui dua puncak lainnya, yakni puncak Kusang dan puncak Kambuna. Namun tiga puncak ini masih dalam satu kesatuan Gunung Kambuno.
Gunung Kambuno sendiri diketahui memiliki ketinggian 2.950 meter di permukaan laut (dpl). Masuk daftar gunung tertinggi di Sulawesi Selatan, mengalahkan puncak Gunung Lompobattang yang terkenal itu.

Gunung Kambuno diketahui masuk dalam kawasan tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu Utara. Di kaki gunung atau sering disebut oleh kelompok pendaki sebagai kilometer 45 yang merupakan garis star melakukan pendakian ke Gunung Kambuno, masuk dalam wilayah Kecamatan Sabbang.

Sementara wilayah pegunungannya sendiri terbagi dua, yaitu satu sisi masuk wilayah administratif Kecamatan Seko, sisi lainnya milik Kecamatan Limbung. Buntu Lantangunta sendiri masuk wilayah Kecamatan Seko.

Kawasan gunung ini termasuk rawan longsor. Selain beberapa wilayah bermaterikan tanah gembur, daerah ini juga pernah menjadi lokasi favorit para pelaku illegal logging. Maklum, jarang terjamah aparat kehutanan dan keamanan setempat akibat medannya yang sulit.

Untuk melakukan pendakian ke Buntu Lantangunta, biasanya para pendaki memilih jalur ibukota Kecamatan Sabbang ke Desa Malimbu. Dari desa ini hingga kilometer 13 merupakan daerah terakhir yang masih bisa dijangkau oleh signal telepon seluler. Melewati batas kilometer 13, signal ponsel sudah hilang.

Desa Malimbu biasanya digunakan pendaki sebagai tempat peristirahatan sebelum mengarah ke desa terakhir, yakni Desa Mangkaluku dan kaki Gunung Kambuno. Dari Desa Malimbu ke Desa Mangkaluku membutuhkan waktu sekitar 10 jam jika ditempuh dengan jalan kaki.

Dari kilometer 13 ke kilometer 23, sulitnya medan pendakian mulai terasa. Karena itu, para pendaki biasanya menjadikan kilometer 23 sebagai lokasi transit alias camp pertama. Dari kilometer 23 mengarah ke camp kedua, masih akan ditemui perkampungan, yakni Kampung Kurirang.

Dari kampung ini ke Desa Mangkaluku yang merupakan desa terakhir sebelum mengarah ke kaki gunung atau kilometer 45, harus melalui jembatan gantung dengan medan masih melalui jalan perintisan. Medan berat sudah akan menanti setelah melalui Mangakaluku ke camp kedua dengan melalui jembatan gantung kedua dan trekking cukup berat.

Dari camp kedua ke kilometer 45, medan jalan yang dilalui semakin berat. Di kilometer 45 inilah yang sering dijadikan sebagai pos pertama pendaki sebelum melakukan pendakian ke Gunung Kambuno.
Pendakian dari pos pertama ke pos kedua trekking melewati pegunungan dan melalui jalur longsoran.

Dari pos pertama hingga pos terakhir, yakni pos ke delapan di puncak Kambuno, pendaki akan melewati medan berat, termasuk risiko kesasar.

Gunung ini sendiri bersebelahan dengan Gunung Baliase yang memiliki ketinggian 3.016 meter dari permukaan laut atau gunung tertinggi kedua di Sulsel. Pendaki yang kesasar bisa saja mengarah ke gunung ini menyusuri hutan kemudian tembus ke wilayah Poso Sulawesi Tengah.

Salah seorang pendaki dari Akar Indonesia, Iwan Akar yang sudah tiga kali mencapai puncak Kambuno menuturkan, hal tersulit dalam melakukan pendakian ke gunung ini yakni ketika kembali dari pendakian. Pasalnya, pada saat turun, ada beberapa jalur yang harus diketahui dengan baik.

"Salah jalur berarti kesasar. Saya pernah satu kali waktu melakukan pendakian ke sana, beberapa rombongan kami salah jalur sehingga kami lambat empat hari sampai di camp pertama," ujarnya.
Lima orang pendaki dari Kampas yang hingga kemarin belum juga ditemukan, kemungkinan besar kesasar saat turun dari puncak Kambuno. Pasalnya, mereka akan merintis jalan saat turun dari puncak.

"Apalagi ke lima orang ini belum ada satupun yang pernah melakukan pendakian ke Kambuno. Dua di antaranya hanya pernah sampai di pos pertama kilometer 45," ucap Iwan.

Gunung Kambuno diperkirakan mulai menjadi objek pendakian tahun 1994 lalu. Kelompok pencinta alam yang diketahui pertama kali melakukan pendakian ke gunung ini adalah Korps Pencinta Alam (Korpala) Universitas Hasanuddin. Setelah puncak Kambuno atau puncak Lantangunta berhasil ditembus oleh tim Korpala Unhas, beberapa kelompok pencinta alam lainnya bergantian mencapai puncak.

Hingga akhirnya, kelompok pencinta alam se-Luwu Raya menetapkan gunung ini sebagai salah satu objek pendakian yang menarik dan menantang.

Dari sisi mistik, Gunung Kambuno dikenal oleh warga setempat memiliki kekuatan magis yang tinggi. Pasalnya, antara Gunung Kambuno dan Baliase, berdasarkan cerita warga setempat, masih ditunggui sepasang jin. Gunung Baliase ditunggui jin laki-laki, sedang jin perempuan menjadi "penjaga" Gunung Kambuno.

Salah seorang tokoh masyarakat Desa Mangkaluku atau desa terakhir sebelum pendakian, Yunus, yang juga banyak dikenal oleh pendaki sebagai juru kunci Gunung Kambuno, menuturkan cerita sepasang jin yang menguasai kawasan Kambuno dan Baliase sudah ada sejak dulu.

Ada beberapa kawasan di gunung ini yang hingga saat ini masih dianggap berbahaya untuk dimasuki. Pasalnya saat masuk ke wilayah itu cukup sulit untuk menemukan jalur keluar. Bahkan bisa hingga menyeberang ke Gunung Baliase.

Yunus menuturkan, kondisi medan di Kambuno cukup berbahaya jika keluar dari jalur yang selama ini digunakan oleh para pendaki. Apalagi harus dilalui oleh orang baru. Pasalnya, di sana banyak ranjau yang dipasang warga sebagai jaring untuk menangkap Anoa. Hewan khas Sulawesi ini memang banyak ditemui di kawasan ini.

Dari sisi sejarahnya, gunung ini sendiri pernah dijadikan oleh kelompok DI/TII pimpinan Kahar Mudzakkar sebagai markas sementara dan tempat persembunyian. Di gunung ini, ungkap Yunus, Kahar banyak menyebarkan agama Islam. Bahkan penduduk di sekitar gunung di kabarkan banyak di-Islam-kan oleh kelompok yang dipimpin mendiang Kahar.

Hilangnya lima pendaki dari Kampas, paling tidak sampai Selasa 16 Februari, tercatat sebagai kasus ketiga. Dua kasus sebelumnya melibatkan pekerja jalan yang akan mengarah ke Seko melalui jalur Kanandede pada Desember 2009 lalu.
Gunung yang terletak dibawah pengawasan administratif tiga kabupaten ini yaitu, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Kalumpang di propinsi Sulawesi Selatan. Puncak gunung ini juga merupakan puncak tertinggi dari jejeran pegunungan yang terbesar di pulau Sulawesi yaitu pegunungan Quarles. Butuh waktu 8 hingga 12 hari untuk mencapai puncak gunung ini, yang dikarenakan lokasinya yang cukup remote dan susahnya akses transportasi. Hal ini menyebabkan gunung ini jarang sekali didaki. Namun keindahan pemandangan dari puncak gunung ini tidak kalah dengan gunung lainnya. Kondisi hutan yang masih asli, fauna asli pulau Sulawesi banyak terdapat di gunung ini seperti Anoa dan burung Rangkong. Di gunung ini juga banyak dijumpai sungai-sungai yang berair jernih.

Akses Transportasi

Gunung ini bisa dicapai dari Mamasa, untuk mencapainya sbb:
Makasar (terminal luar kota) - Mamasa......Menumpang bus 3/4 +/- Rp.50.000/orang
Mamasa - Rante Pongko (desa terakhir) ....Menumpang Ojeg +/- 15.000/orang
                          
Alternatif lainnya untuk menuju Mamasa:
Makasar - Panikang
Panaikang - Polewali
Polewali - Mamasa

Rute Pendakian

Ada 10 pos atau lokasi camp yang bisa digunakan selama pendakian di gunung ini. Lokasi-lokasi tersebut hanya berupa tanah datar. Perjalanan pendakian dari Pos I hingga Pos V melewati hutan yang masih asli serta keadaan jalan setapak yang naik turun punggungan bukit. Tidak jarang pendaki akan menemukan berbagai macam satwa hutan. Dari Pos I hingga Pos V paling tidak butuh 4 - 5 hari perjalanan (tergantung kecepatan ritme pendakian anda).
Dan di pos VI barulah kita bisa memandang puncak Gunung Ganda Dewata, akan tetapi dari Pos VI hingga puncak buth 2 hari perjalanan lagi. Pada Pos VII terdapat sumber air berupa sungai yang cukup besar dan berair jernih.
Perjalanan kembali menanjak cukup curam dan licin untuk mencapai Pos VIII dan hingga Pos IX. Pos XI cocok untuk bermalam sebelum summit attack ke esokan harinya.
Dari Pos IX menuju puncak jalur pendakiannya melewati jalur yang banyak ditumbuhi oleh lumut hingga semata kaki, banyak pohon tumbang karena daerah ini cukup terbuka dan berangin kencang. Ada beberapa dinding tebing yang longsor. Butuh waktu tempuh sekitar 4 jam dari Pos IX hingga puncak. Dipuncak Gunung ini terdapat tiang trianggulasi. Dari puncak gunung ini bisa dinikmati pemadangan indah jejeran pegunungan Sulawesi seperti pegunungan Latimojong dan gunung Kambuno. GUnung Ganda Dewata ini memang butuh persiapan yang cukup matang untuk mendakinya, namun suguhan pemandangan alam yang anda dapat setimpal dengan usaha yang telah dilakukan.

Perijinan

Untuk perijinan tidak begitu spesifik, para pendaki hendaknya saat sampai di Mamasa mampir untuk memintah ijin kepada orang atau tokoh adat yang dituakan disana yaitu Pak Daun. Ada baiknya juga membawa surat jalan dari organisasi/club atau RT/RW dan surat jalan dari kepolisian sebagai backup jika diperlukan nantinya.
 

2 komentar:

  1. mantap,,kasih masuk jg materi aersi.

    BalasHapus
  2. lama juga yaa mendaki Gunung Gandang Dewata, tidak seperti kebanyakan Gunung di Jawa yang 1-2 hari pun bisa naik turun...

    BalasHapus